Balada para pekerja
Masih teringat pertemuan dengan sumarsih di bandung, buruh pabrik tekstil di daerah cicalengka. Setiap hari bekerja 9 jam untuk upah 650.000 perbulan. Tapi dalam seminggu kita bertemu sebanyak 3 kali di malam dingin di antara gubuk pekerja yang tersebar di cicalengka-rancaekek-majalaya. Berbicara, yah....bicara tentang apa arti kepalan tangan para pekerja yang akan diacungkan ! bicara tentang hak, dan bicara tentang perjuangan emansipasi para pekerja......
Di dekat terminal kalapa kita sering berjumpa, berdiskusi dan belajar. Ada mayang, seorang pramuniaga yang bekerja untuk toko busana di jalan dewi sartika. Dari jam 8 pagi sampai jam 9 malam untuk upah 27.500 seharinya! Ada hasdi seorang pegawai restaurant fastfood bekerja 8,5 jam sehari untuk upah 20.000 perhari dengan makan 1 kali!
di margahayu ada pak gani yang menjaga kebun dan mengerjakan sawah untuk orang lain. Upahnya mungkin hanya cukup untuk biaya sehari-hari saja, hingga isterinya juga harus banting tulang sebagai buruh upah cuci dari rumah ke rumah. Anak pak gani yang 2 orang jangan harap bisa bersekolah. Cuma mampu sampai SD.
Di terminal angkot ledeng, diantara derum mesin diantara asap rokok ada kawan mardi. Dia hanya menjadi supir angkot diantara kebingungan naiknya uang setoran dan naiknya harga BBM. Ah pusing baginya!
Di jakarta sini juga sama saja, ada kawan endah yang banting tulang di pabrik cokelat. Pasti gajinya juga tak akan mampu dia pakai untuk membeli apa yang dia hasilkan di pabrik. Demikian juga kawan erlin di pabrik radio di pasar rebo sana yang sering meminta ”pelajaran” gajinya yang hanya segitu gitu saja pasti tak akan mampu untuk membeli apa yang sudah dia hasilkan di pabrik tempat dia membanting tulang! Masih ada ismed bocah 14 tahun yang berkeliaran dari terminal kampung rambutan hinggga baranangsiang bogor untuk mengamen. Ada kawan yudi yang harus luntang-lantung di setiap lampu merah untuk menjajakan dagangannya. Di gedung bertingkat ada kawan iswan pekerja kantoran yang gajinya mungkin sudah disetting cukup untuk ongkos dan makan sehari-hari....
Di setiap kota sama saja ada kawan sumarsih, kawan endah, atau kawan erlin lainnya yang harus banting tulang di pabrik....ada kawan mayang dan kawan hasdi di setiap kota .ada pak gani di setiap pelosok kota dan desa sebagai buruh tani. Ada kawan mardi di antara derum angkutan umum.
Disetiap tempat sama saja, para pekerja dengan upah yang kadang tak layak berusaha kembali bangkit dengan sisa tenaga dan pikirannya. Mereka jutaan! Jumlah mereka jutaan! Terus membanting tulang untuk sesuatu yang tak pantas.
Teringat kembali puisi kawan Wiji Thukul :
Sehari Saja Kawan
Satu kawan bawa tiga kawan
Masing-masing nggandeng lima kawan
Sudah berapa kita punya kawan?
Satu kawan bawa tiga kawan
Masing-masing bawa lima kawan
Kalau kita satu pabrik bayangkan kawan
Kalau kita satu hati kawan
Satu tuntutan bersatu suara
Satu pabrik satu kekuatan
Kita tak mimpi kawan!
Kalau satu pabrik bersatu hati
Mogok dengan seratus poster
Tiga hari tiga malam
Kenapa tidak kawan
Kalau satu pabrik satu serikat buruh
Bersatu hati
Mogok bersama sepuluh daerah
Sehari saja kawan
Sehari saja kawan
Sehari saja kawan
Kalau kita yang berjuta-juta
Bersatu hati mogok
Maka kapas tetap terwujud kapas
Karena mesin pintal akan mati
Kapas akan tetap berwujud kapas
Tidak akan berwujud menjadi kain
Serupa pelangi pabrik akan lumpuh mati
Juga jalan-jalan
Anak-anak tak pergi sekolah
Karena tak ada bis
Langit pun akan sunyi
Karena mesin pesawat terbang tak berputar
Karena lapangan terbang lumpuh mati
Sehari saja kawan
Kalau kita mogok kerja
Dan menyanyi dalam satu barisan
Sehari saja kawan
Kapitalis pasti kelabakan!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar