Minggu, 27 Desember 2009

Pengakuan Bunda

Joko menanggal namaku……yah, joko artinya laki-laki untuk bahasa jawa. Dan menanggal….karena aku tinggal di rumah bobrok di jalan Rungkut menanggal di Surabaya. Aku tinggal dengan seorang pengayuh becak, pak siswo namanya. Kukira dialah ayahku, ternyata bukan. Seperti yang pernah dikatakan padaku. “ aku iki dudu bapakmu jok….aku hanya menjalankan pesan ibumu untuk merawatmu sampai dia kembali”. Kembali? Darimakah bunda? Dimanakah dia? Itu pertanyaanku saat ku kecil.

Suatu saat datanglah perempuan di depan rumah saat usiaku 12 tahun. Tahun 1978 kalau tidak salah….aku hanya menatapnya dengan mata terbelalak, perempuan ini berwajah cukup manis tapi sayang jalannya pincang dan tangan kirinya, tangan kirinya berbentuk aneh….. aku mungkin akan terus menatap kalau pak siswo tidak mendorongku dan berkata “ itu ibumu jok! Salim....”. masih dengan ragu aku mendekat dan dan mencium tangannya....dia mendekap aku ”anakku...” ah kurasakan hangatnya air mata yang membasahi tunggkukku, di dadanya aku di dekap. Belum pernah kurasakan hangat seperti yang kuarasa sekarang....bau tubuhnya antara sabun dan keringat........
Ingin kumendengar banyak tentang bunda, kemanakah dia selama ini? Dan mana ayah? Kalau memang pak siswo bukan ayahku. Tapi jawaban bunda
”ibumu ini bekerja di jakarta jok...sudahlah,, yang penting sekarang kita bisa bersama kembali. Tentang ayahmu jok, dia sudah meninggal saat kau lahir, sebagai pejuang untuk manusia.”
”ah senangnya ayahku berarti pahlawan yah bunda? Siapa namanya?”
Di antara mata yang menerawang dan helaan nafas bunda hanya menjawab
” tidaklah perlu kau tahu namanya, tapi dialah pahlawan. Nanti ada saatnya kuceritakan semua padamu nak, tapi bukan saat ini”

Sejak itu aku tinggal bertiga di rumah milik pak siswo....tapi aneh, bundaku tidak seperti ibu-ibu lain, yang berbelanja ke pasar, yang dengan riuhnya berbincang tentang tetek bengek bila bertemu dengan sesama kaum perempuan. Dia lebih sering berada di dalam rumah, kalau tidak memasak yah dia menulis, yah menulis kemudian tulisannya tentang perbintangan yang dimuat dalam majalah berbahasa jawa. Dia menggunakan nama Lintang Kemukus. ”Ah kenapa harus memakai nama itu, kenapa tidak menggunakan nama sendiri?” kalau tidak menulis, biasanya bunda akan menerima order terjemahan dari temannya, yang aku herankan walau bunda yang mengerjakan terjemahan itu tapi kenapa saat buku itu terbit tidak dengan nama bunda? Ah biarlah, toh saat ini aku merasa berbahagia. Bagaimana tidak? Aku memiliki bunda

Saat menjelang usiaku 17 tahun bunda berjanji akan memasak enak dan akan membelikan aku hadiah. Hhuuuaaaahhh betapa senang hatiku....sudah tidak sabar. Tapi alangkah kecewa hatiku saat hari itu tiba. Bunda menatapku dan hanya mengatakan
”maaf yah jok ibu tidak jadi memberikan hadiah seperti yang bunda janjikan”
Aneh saat mengucapkan kata itu yang nampak dalam wajah bunda adalah kegembiraan. Tapi biarlah tanpa hadiah aku sudah cukup senang karena bunda memasak enak.....

Itu semua puluhgan tahun lalu, aku kini berusia 40 tahun. Belum menikah, karena aku sudah mencoba melamar kerja tapi tak kunjung dapat. Ah aku coba mencari tahu dan bertanya tapi pekerjaan tak kunjung dapat. Maka aku hanya membuka warung. Aku tidak lagi tinggal serumah dengan bunda dan pak siswo, tapi membuat rumah sederhana dan warung di terasnya.

Suatu senja yang mendung datang panggilan dari bunda.....ah bunda. Sudah lama terbaring sakit, usaha penyenbuhan sederhana dengan yang sesuai kantung kami sudah kami lakukan. Kini saat aku kembali ke rumah di jalalan rungkut menanggal, dalam bilik kulihat bunda yang semakin kuyu. Di dalam termaram kulihat juga pak siswa yang renta dan mak maksum. Dia muncul belasann tahun silam dan bertemu dengan bunda. Sejak saat itu kulihat sering mak maksum dan bunda berbicara bisik-bisik. Mak maksusm sama dengan bunda, ada luka yang ditangannya yang tak pernah sembuh.

Kutatap bunda diantara keremangan lampu dan asap obat pengusir nyamuk...dia nampak renta dan menderita sekali diantara mahkota putih di kepalanya. Dia menatap dan menggapaiku untuk mendekat
”ada yang harus kau dengar anakku...”
”sudahlah bunda, istirahatlah saja...” kuelus tangan bunda dengan lembut
”tidak anakku.....dengarlah.....”
” saat itu aku sedang mengandungmu, aku adalah sekretaris Gerakan Wanita Indonesia cabang Jakarta. Sebelum peristiwa yang dinamakan G-30-S/PKI kau dilahirkan. Dan saat kekacauan melanda negeri ini aku menitipkanmu pada padagang sayur, pak siswo inilah. Dan dia berkata akan kujaga bayimu dan kubawa pergi dari kota ini. Ayahmu ditangkap 2 minggu setelah peristiwa itu dan tak pernah kembali lagi.....aku berusaha pulang ke desaku. Tapi semua keluarga telah lenyap entah dimana.”

”nak, aku tak minta kau percaya dan mengerti. Aku hanya menceritakan apa yang mungkin selama ini hanya menjadi pertanyaan dalam hatimu...siapa ayahmu dan kemanakah bundamu saat menjelang kau beranjak dewasa. Ayahmu tak pernah kembali dan ibumu ini ditangkap dan ditahan tanpa pernah ada pengadilan. Dan koran-koran saat itu....sungguh kejam apa yang mereka katakan tentang organisasi kami....” mungkin aku sedikit beruntung dibanding dengan banyak rekanku yang ditembak tentara atau di bantai...”.
”setiap hari kami disiksa, lihatlah tangan kiriku nak...tulang patah yang tak pernah lagi sembuh yang akan meninggalkan bekas sampai kapanpun”

Begitu terkejut aku mendengar cerita bunda....ah bunda adalah Gerwani? Organisasi terlarang sejak jaman Orba, sejak aku kecil cerita sejarah tentang gerwani adalah mereka jahat. Tapi benarkah...?
Kutatap pak siswo yang renta....ah seorang tua yang pemberani. Lebih membutuhkan keberanian dari pada kebaikan hati untuk menolong seseorang yang dianggap terlibat dengan Partai Komunis saat itu.

” kau pasti bertanya kemana hadiah yang kujanjikan untukkmu saat usiamu 17 tahun...?”
Dengan susah payah tangannya menjagkau kebawah bantal dan meraih selehai kertas tang disodorkan padaku....
”lihatlah nak, aku membayar mahal untuk ini....”
Dan kulihat apa yang disodorkan bunda….sehelai KTP! Yah sehelai KTP!
” kau pasti bertanya mengapa hanya untuk sehelai KTP, kami para tahanan politik memiliki cap ETP di pojok kanan atas, dan di negeri ini yang memiliki cap tersebut tak layak hidup. Kau nak, kenapa aku menulis dengan nama samaran? Karena namaku ibumu ini sudah dinistakan. Tak ada tempat hidup untuk ibumu......
Tak cukup dengan semua siksaan di tahanan mereka juga menginginkan kami mati dengan hina...”

Tersentak dan terenyuh aku dengan apa yang dikatakan bunda....
Kuelus tangannya dengan lembut....
”nak, mendekatlah....”
”tak kuminta kau percaya, tapi ketahuilah...tak semua yang kau dengar tentang kami itu benar...ketahuilah nak.....”

dan kemudian terputuslah napas bunda.....
pemakaman hening,,,,
saat kukembali di rumah untuk membereskan barang milik bundaku....
datanglah mak maksum....tersenyum aku padanya....
” nak Joko...” sama seperti bundamu...aku tak minta kau percaya..
Berbahaya bertanya tentang organisasi kami setelah orde baru berkuasa, tapi kau harus tahu nak. Kami saat itu adalah organisasi perempuan terbesdar di asia tenggara, anggota kami ratusan ribu dan terdidik serta berdisiplin. Tapi belum pernah aku bahkan mungkin ibumu mengalami seperti yang kami alami di negeri ini. Dimana negeri ini telah menistakan kaum yang telah melahirkan mereka! Dimana kekejaman pembantaian jutaan orang tak pernah ada pengadilan! Penangkapan ribuan orang tanpa pernah ada pembelaan!Kau tau nak....hanya negeri ini yang pernah melakukan dosa turunan...hah! sungguh tidak adil sanak saudara kita tak pernah boleh bekerja atau bersekolah karena kerabat kita di tuduh terlibat Gerakan September!......

” aku beruntung nak, dibanding dengan banyak rekanku saat mereka keluar tahanan...mereka dijauhi sanak keluarga mereka sendiri. Ah kebebasan dari tahanan malah membunuh mereka....banyak juga dari mereka yang menjadi depresi saat melihat kerabat mereka hidup demikian tak layak karena tak ada lapangan kerja bagi mereka...”

”ah, nak...aku tak akan mengatakan kami benar atau salah...kau bisa mencarinya di semua toko buku. Setelah orde baru tumbang banyak buku tentang kami yang terbit baik pro dan kontra. Kau bisa cari jawaban sendiri. Yang hanya ingin kukatakan....bahwa kami adalah korban. tetap cintailah bundamu....

Esok hari kudatangi makam bunda, tanah merah masi basah...
Kuletakan bunga dan KTP lama dengan Cap ”ETP di pojok kanak atas”
Kuletakan diatas makamnya...
”ah bunda......”







bongkar
telanjangi
tangkap jangan dilepas lagi

kita selalu sembunyi
selalu ada alasan
membenarkan diam
selalu cari alasan
menghindar mengatakan
kita tenggelam

ditimbun dalih-dalih membenarkan pembangunan melihat
korban-korban
tak bersaksi
melihat korban-korban
hanya melihat

kita selalu cari keselamatan
aman mapan
cuci tangan
membiarkan semua berjalan

mari telanjangi
bongkar
jangan mau lagi alasan-alasan
tanya! tanya!

Tidak ada komentar: