“tau ga dik, tuhan itu sudah mati!”
Itu yang diucapkan abangku belasan tahun silam.
”tuhan itu tidak pernah mau mendengar doa kita! Karena tuhan pilih kasih, dan sesungguhnya tuhan itu hanya angan-angan belaka hasil ciptaan orang yang mengaku beragama, dan agama itu hanya ilusi dan candu!!”.
Yah abangku sudah berubah.....padahal sejak kecil dia sangat rajin sholat dan mengaji. Tapi setelah kejadian perceraian orang tua kami abang telah berubah….dia mulai bersikap sinis dan menjadi pemarah. Abang semakin berubah karena sejak penceraian itu keadaan ekonomi keluarga semakin morat-marit!
Kesinisannya semakin terlihat saat dia sempat putus sekolah karena tidak ada biaya, dan dia merelakan aku adiknya untuk mengambil jatah biaya pendidikan, karena ibu tak mampu menyekolahkan 2 anak sekaligus. Kami memang patut merasa beruntung karena setelah itu ada kerabat ibu yang bersedia untuk menanggung biaya pendidikannya. Abang bisa kembali bersekolah, bukan hanya untuk menamatkan sekolah menengah atas saja tapi juga hingga sampai jenjang perguaruan tinggi.
Saat di perguruan tinggi itu aku kerap melihat abang sering pulang larut malam, banyak membawa buku yang aku tidak tahu berjudul apa. Sampai saat aku membereskan kamar abang dan akhirnya aku dapat membaca judul-judul buku yang tampak bergelimpangan di atas kasur tipis yang bersprei kumal. “State and Revolution” karangan Vladimir Ilyich Lenin, “Permanent Revolution and Result” Leon Trotsky, “Prisson Notebook” yang dikarang oleh seorang yang bernama Antonio Gramsci dan sebuah stensilan yang mungkin hasil terjemahan teman-teman abangku dengan judul “Pemogokan Massa” dan di bawah judul tersebut tertera sebuah nama dengan huruf kecil “dibuat oleh Rosa Luxemburg” dan ada juga sebundel kertas yang di depan sampulnya bertuliskan “Pengantar Dialektika” ditulis oleh Kamerad Mao Tse Tung , Nanking,1947.
“ah judul buku yang tidak kumengerti dan pengarang yang entah siapa” bathinku dan terus membereskan kamar abangku. Akhir-akhir ini memang aku jarang bertemu dengan abangku, selain sibuk dengan kuliah dia juga bekerja di toko buku untuk membantu meringankan beban ibu atau hanya sekedar uang saku untuk dirinya yang kadang juga aku diberinya sekedar uang untuk jajan.
”yah aku memang sudah jarang bertemu, tapi sering bila sempat kami akan mengobrol, namun kenapa aku lebih sering merasa sulit untuk memahi pembicaraan abang?” pikirku...
Apalagi belakangan ini, saat ekonomi negara benar-benar terpuruk....tiba-tiba banyak perusahaan yang bangkrut, dan banyak orang yang kemarin tampak masih ceria kini tampak berwajah muram dan putus asa. Yah...bencana kesulitan ekonomi yang datang sangat cepat bagai awan yang ditiup angin. Bencana ekonomi yang membuat keluargaku semakin bingung, hmm....seperti sebatang bambu yang tertiup angin yang kencang......
Saat itu abang semakin jarang berada di rumah, kerap pulang malam. Tubuhnya semakin kurus, namun saat kulihat matanya, nampak cahaya berkilau tentang sesuatu yang aku tak mengerti....sesuatu yang mengandung semangat, harapan, dan api kemarahan.
Sejak itu kutahu abangku adalah aktivis mahasiswa yang bergabung dengan sebuah organisasi ”kiri” jujurnya aku tidak tahu apa itu....yang kutahu sudah sejak lama banyak anggota organisasi tersebut menjadi buruan polisi, pemukulan,aksi teror bahkan penculikan dilakukan oleh mereka yang berkuasa saat itu.
Abangku kerap kali pulang larut malam, bahkan seringkali tidak pulang. Di tasnya kini bukan hanya buku-buku kuliahnya saja, tapi sering kulihat selebaran yang berisi seruan untuk pemogokan atau aksi unjuk rasa. Banyak temannya yang sering berkunjung dirumah, bila secara tak sengaja aku lewat depan kamarnya maka akan terdengar suara-suara diskusi seru yang dilakukan berbisik.. ya, suara-suara yang datang seperti dari lama lain yang meneriakan pembebasan dan keadilan.....sungguh gegap gempita dalam satu suara..........
Hingga suatu saat abangku tak pulang kerumah , bahkan tanpa kabar apapun. Biasanya bila dia harus bermalam di rumah teman atau hal lain dia selalu memberitahu ibuku......
Kekahwatiran mulai terbit di hatiku dan ibu.....aku mulai mencoba bertanya kepada beberapa temannya. Namun banyak diantara mereka yang menyatakan tidak tahu. Saat kegalauan terjadi dihati kami berdua, pada suatu malam terdengar gedoran di depan pintu. Ibuku yang membukakan.....saat itu juga terdengar jerit kaget ibuku....berbarengan dengan merengseknya beberapa orang bertubuh tegap, berpotongan rambut ala ABRI, dan berpakaian serba hitam. Sungguh kasar tindak tanduk mereka dengan mendorong ibuku hingga terjatuh. Orang-orang tersebut tanpa permisi langsung memasuki rumah, mengacak-acak semua barang. Entah apa yang mereka cari. Seseorang, yang mungkin menjadi pimpinan mereka membentak ibu ” hai perempuan mana anak laki-laki mu!”, katakan dengan jujur dan jangan coba berbohong!”.
Oh sempat terkejut aku melihat semua yang terjadi, selain harus melihat mereka memperlakukan ibu dengan kasar, beberapa tangan juga menjamah tubuhku dengan dalih penggeledahan. Yang paling menyakitkan hati adalah melihat keadaan rumah yang menjadi porak-poranda.........dan yah! Mereka berhasil menemukan beberapa buku milik abangku. Setelah mengeluarkan perintah dan ancaman mereka hengkang kembali dari rumahku dengan segala hiruk pikuknya.
Kabar yang lebih mengejutkan adalah berita dari kawan abangku yang menyampaikan kabar bahwa 5 hari yang lalu saat mereka semua selesai rapat, abangku langsung pamitan untuk segera pulang. Dia bersama 2 orang temannya langsung keluar gerbang dari rumah yang dijadikan tempat pertemuan. Baru saja berjalan 200 meter tiba-tiba berhenti 2 nuah mobil berjenis kijang berwarna hitam. Dari dalamnya berloncatan keluar beberapa orang dengan berpakian hitam yang tanpa memberikan kesempatan langsung melakukan pemukulan dan menyeret ketiganya untuk naik mobil. Seseorang berhasil mengelak dan berlari sambil berteriak minta tolong. Kontan saja para tukang becak dan beberapa pedagang disitu melihat kejadian dan berkeruman berbisik. Mereka tidak menolong langsung teman abangku yang berhasil melarikan diri, tapi dengan cara mereka berkerumun rupanya telah menyurutkan niat orang-orang yang keluar dari mobil tersebut untuk melakukan pengejaran. Mereka langsung masuk mobil dan tancap gas.
Setelah peristiwa itu. Teman- teman abangku berusaha melakukan penyelidikan, itu yang menyebabkan berita tersebut sampai kepadaku dan ibu baru saat ini.
Entah bagaimana nasib abangku, apa yang dialami setelah penculikan itu?
Dimana dia berada sekarang? Masih hidupkah? Atau sudah meninggal? Bila iya, dimana jasadnya? Ah banyak pertanyaan yang terus berkecamuk dalam hati........
Berganti tahun dan penguasa.....tap nasib abangku tidak pernah lagi diketahui.....ah abang....sangat kurindu sosokmu...entah kemana harus kucari....kemana??!! dan kenapa?? Semua itu harus terjadi...??
Tuhan, abangku bilang KAU sudah mati, tapi tidak bagiku.....dalam kehiningan dan kehampaan kubersimpuh....”Tuhan, kembalikan abangku....namun bila kau telah mengambilnya.....ampunilah dia....”
Ah itulah yang diceritakan gadis berkerudung. Terbalut busana hitam putih....dan menggemgam map cokelat. Dia sedang mencari lowongan kerja.....ditengah hujan dalam sebuah halte di jalan sudirman. Kami saling berkenalan dan dia menceritakan terntang abangnya yang tak pernah kembali pulang.....
Saat hujan hanya rintik....kukayuh kembali sepeda. Sempat kutelohkan kembali kepala ke halte...dia gadis berkerudung itu kembali sendu dan termenung....
Termenung untuk apakah? Untuk ingatan kepada sang abang? Yang mungkin sosoknya pernah berjalan dalam arus massa melalui jalan di depan tempat kami duduk, sosoknya yang mungkin pernah berbaku hantam dengan aparat di jembatan semanggi tak jauh dari tempat kami duduk?Atau nasibnya sendiri yang masih harus mencari kerja di tengah tuntutan ekonomi kehidupan...?
Minggu, 27 Desember 2009
Abang bilang "Tuhan Sudah Mati"
Label:
cerita,
cerita cokelat,
jalan,
perjalanan,
perjuangan,
ratnandhika,
sastra
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar